Tidak terasa sudah mencapai satu pekan terakhir di tahun 2018. Banyak yang terjadi selama satu tahun terakhir, yang mana bisa jadi susah untuk memulai tahun 2019. Well, itu untuk artikel selanjutnya; Sakamichi This Year. Kali ini, aku hanya akan sedikit bercerita saja.
Sedikit….atau mungkin lebih panjang. Kali ini aku akan mengangkat tema yang sudah sejak lama ingin kubahas; yaitu momen akhir tahun yang selalu berarti kebahagiaan. Memang sih, tidak harus pada satu waktu ini saja, tapi bagi siapapun yang tumbuh dan besar di lingkungan plural, akan lebih menghargai momen ini.
Sepanjang yang kuingat, salah satu buku yang pertama kubaca adalah A Christmas Carol. Tentu bukan versi Dickens, that’s way too old. Tapi versi Disney, dimana karakter original dari karya Dickens diperankan oleh The Sensational Six dari Disney Universe. Dan juga, pembuka gerbang ke Disney Universe.
Well, biarpun judulnya A Christmas Carol, bagiku cerita ini -silakan saja cari videonya, kalian tidak akan menyesal- sama sekali tidak “sangat” religius, melainkan bercerita tentang bagaimana seseorang berbuat kesalahan, tapi tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar.
Ebenezer Scrooge -karakter yang mana namanya diambil untuk tokoh Scrooge McDuck, Paman Gober- si tua kikir yang hanya mementingkan uang, di satu waktu akhirnya didatangi oleh Spirits of Christmas untuk memperlihatkan bagaimana kelirunya jalan dan cara hidupnya selama ini.
Oh sudahlah, lihat saja videonya, atau kalau Disney bukan seleramu, filmnya yang berjudul sama, A Christmas Carol yang dirilis 2009 lalu.
Tapi untukku, sebagai fanboy dari Duck Universe, kisah-kisah tentang Christmas begitu banyak dan beragam. Tapi akan kuambil salah satu yang paling berkesan; A Christmas for Shacktown, karya Carl Barks. Dirilis tahun 1952 silam, cerita ini adalah salah satu yang paling memorable.
Masih berkisah seputar Scrooge McDuck dan segala hal dilihat dari kacamata materialistiknya, berbanding terbalik dengan Donald, Daisy, juga Huey, Dewey, and Louie yang berencana membuatkan pesta Natal untuk penghuni Shacktown, dideskripsikan “That awful place in the gully-where people live that are down on their luck”
Ya, A Christmas for Shacktown menggambarkan kemiskinan yang umum ditemui di karya Dickens, tapi tidak Disney. Bisa jadi ini adalah satu-satunya cerita yang mengangkat tema ini. Banyak yang berpendapat latar belakang Shacktown adalah gambaran era pasca-Great Depression, orang tahun 50’an melihat kehidupan 30’an.
Singkat cerita, berlima mereka berusaha mengumpulkan $50 untuk membuat pesta Natal bagi penghuni Shacktown; $25 untuk kalkun dan $25 untuk mainan kereta. Memutuskan dengan berani untuk meminta sumbangan dari Scrooge, yang sudah bisa ditebak, ditolaknya. Dia hanya akan memberi $25 dengan syarat Donald harus mengumpulkan dulu $25 sisanya.
Uncle_Scrooge_336_19
Uncle_Scrooge_336_25
Uncle_Scrooge_336_28
Uncle_Scrooge_336_32
Uncle_Scrooge_336_34
Nah, setelah susah payah, intrik, dan permainan, Donald mengumpulkan $25 itu, dan saat akan mengambil janji $25 dari Scrooge, disitulah bencana terjadi. Akibat satu keping uang, satu sen, seluruh uang Scrooge di Money Bin lenyap akibat amblesnya tanah di pondasi Gudang Uang.
Mereka tidak bisa mendapat $25 lagi, karena setelah diteliti, Scrooge tidak akan bisa mengambil uangnya kembali. Bangkrut dan hancur, Scrooge tinggal dengan Donald, sementara pesta Natal untuk penghuni Shacktown tidak akan diadakan tanpa mainan kereta yang diharap-harapkan.
Tapi Carl Barks tidak akan membuat ceritanya berakhir sedih. Setelah Huey, Dewey, and Louie menemukan kalau uang Scrooge bisa diselamatkan meski harus menunggu 272 tahun 11 bulan untuk semuanya, dalam euforianya, dengan “murah hati” Scrooge tanpa sadar menyumbang ratusan ribu Dollar untuk pesta Natal.
Kisah A Christmas for Shacktown baru dilanjutkan, tamat 50 tahun setelahnya. Don Rosa mengakhiri masalah keuangan Scrooge lewat cerita Gyro’s First Invention. Tapi di cerita ini, Shacktown tidak lagi disebut, malah, hanya satu kali ini saja Shacktown naik sebagai canon di Duck Universe.
Nah, apa inti dari A Christmas for Shacktown dengan momen di penghujung tahun? Kalau sudah membacanya detail pasti paham. Bahwa momen ini seharusnya berbagi. Sama seperti momen Idul Fitri bagi pemeluk Islam. Mungkin kalian sudah sadar, beberapa momen di kisah ini sangat drastis perbedaannya.
Pertama, Shacktown dengan garis kemiskinan yang sangat kontras dengan Scrooge yang sangat kaya, bagaimana dia menolak memberi $25 untuk “a silly, useless toy train” yang akan membuat anak-anak gembira. Scrooge selalu digambarkan sebagai karakter kikir, tapi di A Christmas for Shacktown, semua berjalan keliru untuknya.
Keserakahan Scrooge untuk sekeping uang mengakibatkan dia kehilangan seluruh prized money yang dimilikinya. Dan meski selalu beradu argumen bahkan fisik, Donald dan keponakannya tidak pernah ragu untuk menolong Scrooge mendapatkan kembali uangnya.
Ini adalah plot yang juga jadi benang merah antara A Christmas Carol dan A Christmas for Shacktown. Ebenezer berubah setelah menjalani malam dengan Spirits of Christmas, Scrooge tidak berubah di akhir A Christmas for Shacktown, melainkan dia secara “sukarela” membantu penghuni Shacktown.
So to say, A Christmas for Shacktown sama sekali tidak berhubungan dengan religi, ini jauh lebih condong ke arah humanity. Bagaimana Scrooge yang menolak keras menyumbang $25 di awal cerita menjadi penniless di akhr cerita. Dan bagaimana penghuni Shacktown mendapatkan kebahagiaan saat Christmas.
Hanya di momen itu. “Donasi” dari Scrooge tidak dimanfaatkan untuk membuat hidup mereka lebih baik tapi digambarkan hanya bahagia untuk satu waktu itu saja. Yang mana bisa dikritik keras, tapi karena ini ditujukan untuk anak-anak, tidak terlihat ada yang salah.
Intinya adalah, berbagi tidak akan membuatmu rugi. A Christmas for Shacktown adalah contoh kisah yang meski hanya fabel, jauh lebih baik daripada kisah perang yang sering terjadi di dunia nyata belakangan ini. By any means, whatever your religion is, it is there to make you a better person.
Once again, Merry Christmas and Happy New Year.
All images and videos used is credited to it’s respective owners
No comments:
Post a Comment